Menurut Encyclopedi Britanica dan
Encyclopedi Nasional Indonesia, kata boraks berasal dari kata Arab, yaitu
Bauroq, dan istilah melayunya tingkal, yang berarti putih, merupakan kristal
lunak yang mengandung unsur boron, tidak berwarna dan mudah larut dalam air.
Boraks merupakan garam Natrium Na2B4O7 10 H2O,
yang banyak digunakan berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas,
gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal kuat itu karena
dibuat dengan campuran boraks.
Boraks (Na2B4O7)
dengan nama kimia natrium tetra bonat, natrium biborat, natrium piroborat
merupakan senyawa kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan jika
dilarutkan dalam air menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Natrium
hidroksida dan asam boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga banyak
digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak,
larutan kompres, dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi
ini sudah sangat dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di
pasaran dan harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi
memberikan untung yang besar (Supli Effendi, 2004).
Karakteristik Boraks, antara lain:
- berbentuk kristal putih
- tidak berbau
-
larut dalam air
- stabil pada suhu serta tekanan normal
- Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, petitet, bleng, gendar dan air kl.
Boraks pada dasarnya merupakan bahan
untuk pembuat solder, bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan
bahan pembuatan kaca. Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks
digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks
sedikit larut dalam air, namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.
Umumnya juga digunakan untuk mematri logam, proses pembuatan gelas dan enamel,
sebagai pengawet kayu, serta pembasmi kecoa. Boraks biasanya digunakan sebagai
bahan pembersih atau antiseptik yang berupa hablur (kristal) berwarna kuning
atau serbuk berwarna cokelat, yang bisa juga digunakan membantu melelehkan zat
padat. Jika dikonsumsi manusia dapat menimbulkan berbagai penyakit. Sebab,
boraks dapat merusak jaringan syaraf, ginjal, dan hati.
Boraks juga biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen,
khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, keramik, antiseptik dan
pembasmi kecoak,
dan mengurangi kesadahan air. Dapat dijumpai dalam
bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam
borat (H3BO3)
atau yang lazim kita kenal dengan nama Bleng. Asam borat (H3BO3) merupakan asam organik lemah yang sering digunakan
sebagai antiseptik, dan dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4)
atau asam khlorida (HCl) pada boraks. Asam borat juga sering digunakan dalam
dunia pengobatan dan kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%)
digunakan sebagai obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater.
Boraks
seringkali disalah gunakan dalam proses pembuatan bahan makanan, seperti
digunakan sebagai bahan tambahan untuk pembuatan bakso, nuget, tahu, cenil, kecap, ketupat/lontong serta kerupuk. Bahkan yang lebih ironis, penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah meluas di
Indonesia.
Padahal pemerintah telah melarang penggunaan boraks per Juli
1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No.733/Menkes/Per/IX/1988.
Dampak
Negatif atau Bahaya Boraks (Bleng) dalam Makanan
Boraks maupun bleng tidak aman untuk dikonsumsi
sebagai makanan, tetapi ironisnya penggunaan boraks sebagai komponen dalam
makanan sudah meluas di Indonesia. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks
memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan
menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara
kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan
otak, hati, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria
(tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan
depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan,
hingga kematian.
Kematian
pada orang dewasa dapat terjadi dalam dosis 15-25 gram, sedangkan pada anak
dosis 5-6 gram (Cahyadi, 2006).
Bleng atau
boraks biasanya dipakai dalam pembuatan makanan berikut ini:
- karak/lèmpèng (kerupuk beras), sebagai komponen pembantu pembuatan gendar (adonan calon kerupuk)
- mi
- lontong, sebagai pengeras
- ketupat, sebagai pengeras
- bakso, sebagai pengawet dan pengeras
- kecap, sebagai pengawet
- cenil, sebagai pengeras
Boraks dalam tubuh manusia bersifat akumulatif dalam
organ tubuh , seperti otak. Penggunaan boraks dalam dosis yang rendah tidak akan
menyebabkan kerusakan namun akan terakumulasi di otak, hati, lemak dan ginjal.
Jika terakumulasi terus akan menyebabkan mal fungsi dari organ-organ tersebut
sehingga membahayakan tubuh. Penggunaan boraks dalam dosis yang banyak
mengakibatkan penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, demam, anuria. Dan
dalam jangka panjang akan menyebabkan radang kulit merangsang SPP, apatis,
depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan karsinogen. Bahkan bisa menimbulkan
kematian. Oleh sebab itu berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan boraks sebagai bahan campuran dan
pengawet makanan.
Beberapa survei menunjukkan, alasan
para produsen menggunakan bahan pengawet seperti formalin dan boraks karena
daya awet dan mutu bakso yang dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah
harganya tanpa peduli bahaya yang dapat ditimbulkan. Tuntutan itu melahirkan
konsekuensi yang bisa saja membahayakan, karena bahan kimia semakin lazim
digunakan untuk mengawetkan makanan termasuk juga formalin yang dikenal menjadi
bahan pengawet mayat. Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang
cenderung untuk membeli makanan yang harganya lebih murah, tanpa memperhatikan
kualitas makanan. Dengan demikian, penggunaan boraks dan formalin pada makanan
seperti mie, bakso, kerupuk dan makanan lainnya dianggap suatu hal yang biasa.
Sulitnya membedakan makanan seperti bakso biasa dan bakso yang dibuat dengan
penambahan formalin dan boraks juga menjadi salah satu faktor pendorong
perilaku konsumen itu sendiri.
Bagi masyarakat awam, untuk dapat
membedakan makanan yang mengandung formalin tentu sangat sulit, karena hal itu
secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi
kimia. Namun BPOM menyebutkan ciri-ciri umum beberapa makanan yang diduga
mengandung formalin. Untuk jenis mie basah, kita bisa mengenali ciri-ciri
sebagai berikut : pertama, mie basah tersebut tidak rusak sampai 2 hari pada
suhu kamar (25 derajat Celcius), dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu
lemari es (10 derajat Celcius). Kedua, bau mie agak menyengat, yakni bau khas
formalin. Ketiga, mie basah ini tidak lengket, lebih mengkilap dibanding mie
secara umumnya.
Sedangkan untuk krupuk yang
ditambahkan formalin/boraks akan lebih putih dan krupuk bisa bertahan lama,
daya simpan lama, tidak menjamur (walau disimpan dalam keadaan terbuka)dan
tidak membusuk. Lalu untuk bakso yang mengandung formalin, kita bisa mengenali ciri-ciri
secara umum, yaitu : pertama, tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar. Kedua,
memiliki tekstur sangat kenyal.
Pengawasan perorangan terhadap suatu
yang dikonsumsinya, perlu lebih ditingkatkan agar kemungkinan terjadinya
penyakit berbahaya bagi tubuh yang disebabkan zat pengawet, zat aditif dan
lainnya dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin. Selain itu perhatian dari
pemerintah terhadap permasalahan ini harus lebih serius. Pemerintah harus
menetapkan peraturan perundang-undangan khusus terhadap penggunaan zat pengawet
yang berlebihan dan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan kesehatan.
Peraturan perundangan tersebut harus disertai dengan sanksi-sanksi bagi
masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut.
Dari berbagai parameter mutu pangan
yaitu gizi, rasa,
tekstur serta penampilan dan sebagainya, keamanan pangan merupakan parameter
terpenting. Berbagai kasus keamanan telah terjadi dari yang terkecil hingga
yang terbesar dan diantaranya merupakan kasus yang lama. Berikut merupakan
saran untuk mengatasinya :
1. Upaya mempersiapkan RUU Pangan perlu dipercepat,
berikuty perangkat pendukung beserta peraturan-peraturan dan petunjuk
pelaksanaannya.
2. Perlu dikembangkannya upaya pendidikan produsen
makanan jajanan dengan bantuan pemerintah daerah.
3. Perlu dikembangkannya upaya pendidikan konsumen,
khususnya melalui media elektronik seperti TV dan radio, melalui pesan-pesan
keamanan pangan yang dikemas rapi (1 – 5 menit) serupa advertensi gratis.
4. Untuk menghindarkan terjadinya kesimpangan-siuran
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai keamanan pangan, perlu dibentuk
suatu Tim Pakar Keamanan Pangan Nasional, yang diprakarsai oleh Menteri
Kesehatan dan Menteri Negara Urusan Pangan sehingga bila ada kasus keamanan
pangan, masyarakat mendapat penjelasan secara tepat, benar dan resmi (Winarno,
1994).
Borak atau sodium borate
adalah zat kimia yang berfungsi untuk memperpanjang masa berlaku makanan atau
sering disebut bahan pengawet makanan. Harga borak yang terjangkau(murah)
membuatnya banyak digunakan sebagai bahan pengawet dalam pembuatan bakso, mie,
tahu, atau produk olahan lainnya. Apabila mie segar yang disimpan pada suhu
ruangan dapat tetap segar dan bertahan lebih dari satu minggu, maka kemungkinan
besar bahan pembuat mie tersebut telah dicampur dengan bahan pengawet.
Penggunaan borak dalam makanan
sangat tidak dianjurkan, saat ini telah dilarang oleh pemerintah. Borak sangat
mudah diserap dan diakumulasi oleh tubuh. Borak yang telah terakumulasi tinggi
dalam tubuh dapat mempengaruhi kinerja dan fungsi ginjal. Konsumsi makanan yang
mengandung borak secara berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan gagal ginjal.
Legalitas
Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan per Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.
Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan per Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.
YLKI melalui
Warta Konsumen (1991) melaporkan, sekitar 86,49 persen sampel mi basah yang
diambil di Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya mengandung asam borat (boraks).
Lalu 76,9 persen mi basah mengandung boraks dan formalin secara bersama-sama.
YLKI juga melaporkan adanya boraks pada berbagai jajanan di Jakarta Selatan.
Substitusi
bleng/boraks
Karena penggunaan bleng/boraks adalah
sebagai pengenyal, bahan pengganti dapat dicari untuk fungsi yang sama. Air
merang dan STPP (Sodium Tri-polyphosphate) dengan konsentrasi sama diketahui
tidak mempengaruhi tanggapan organoleptik (kesan fisik dan rasa) dari kerupuk
beras.
Sudah tidak asing lagi bahwa banyak zat-zat berbahaya yang langsung dicampur sebagai bahan pembuat makanan, salah satu zat yang sering digunakan yaitu ‘Boraks’ atau ‘Bleng’. Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang
tidak serta berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam
tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya mengonsumsi makanan berboraks akan
menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun
juga melalui kulit. Boraks akan menganggu enzim-enzim metabolisme.
Ada
beberapa ciri Gejala Keracunan Boraks, antara lain
sebagai berikut:
· Keadaan umum: lemah, sianosis, hipotensi
Terhirup: iritasi membran mukosa, tenggorokan sakit, dan
batuk, efek pada sistem saraf pusat berupa hiperaktifitas, agitasi dan kejang.
Aritmia berupa atrial fibrilasi, syok dan asidosis metabolik. Kematian dapat
terjadi setelah pemaparan, akibat syok, depresi saraf pusat atau gagal ginjal.
Kontak dengan kulit: Eritrodemik
rash (merah), iritasi dan gejala seperti orang mabuk, deskuamasi dalam 3-5 hari
setelah pemaparan.
Tertelan: mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, denyut
nadi tidak beraturan, nyeri kepala, gangguan pendengaran dan penglihatan,
sianosis, kejang dan koma. Keracunan berat dan kematian umumnya terjadi pada
bayi dan anak-anak dalam 1-7 hari setelah penelanan, sedangkan pada orang
dewasa jarang terjadi.
Dalam jumlah banyak boraks dapat menimbulkan keracunan
kronis
akibat tibunan boraks, antara lain:
v
Koma
v
merangsang
sistem saraf pusat
v
menimbulkan
depresi
v
tekanan darah
turun
v
kerusakan ginjal
v
pingsan
v
kematian.
Mengkonsumsi makanan
yang mengandung boraks memang tak sertamerta berakibat buruk terhadap
kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit ini akan diserap dalam tubuh konsumen
secara kumulatif. Selain melalui saluran pencernaan, boraks juga bisa diserap
melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh ini akan disimpan secara
kumulatif di dalam hati, otak, dan testes (buah zakar).
Daya toksitasnya
adalah LD-50 akut 4,5-4,98 gr/kg berat badan (tikus). Dalam dosisi tinggi,
boraks di dalam tubuh manusia bisa menyebabkan pusing-pusing, muntah, mencret,
kram perut, dan lain-lain. Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram di
dalam tubuhnya dapat menyebabkan kematian. Sedangkan kematian pada orang dewasa
terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih.
Dampak
Positif atau Manfaat Boraks
Boraks juga memilki dampak positif.
Boraks bermanfaat tentu saja selain makanan. Hal tersebut juga didukung oleh
Peraturan Mentri Kesehatan yang telah melarang penggunaan Boraks bagi makanan.
Boraks hanya boleh digunakan pada selain makanan dan selain yang berhubungan
dengan makanan (gelas, piring, sendok, dlkl). Beberapa diantaranya dalam
pembuatan bahan material, pembuatan bahan bangunan, antiseptik, pembasmi
serangga dll. Contoh pemanfaatan boraks pada selain makanan:
|
Salah
satu bahan untuk membuat keramik
|
Campuran
membuat kertas
|
Pembasmi
kecoa
|
Dapat
digunakan untuk mengurangi kesadahan air
Namun, ada beberapa manfaat boraks dalam makanan
antara lain :
S
Memberi tekstur
yang bagus dan memberi kesan menarik
S
Mengawetkan
makanan
S
Mengenyalkan dan
memberi rasa gurih
Dalam bentuk
tidak murni, sebenarnya boraks sudah diproduksi sejak tahun 1700, dalam bentuk
air bleng. YLKI melalui Warta Konsumen (1991) melaporkan, sekitar 86,49 persen
sampel mi basah yang diambil di Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya mengandung
asam borat (boraks). Lalu 76,9 persen mi basah mengandung boraks dan formalin
secara bersama-sama!
YLKI juga
melaporkan adanya boraks pada berbagai jajanan di Jakarta Selatan. Padahal
Pemerintah telah melarang penggunaan boraks per Juli 1979, dan dimantapkan
melalui SK Menteri Kesehatan RI No 733/Menkes/Per/IX/1988.
Mengkonsumsi
makanan yang mengandung boraks memang tak sertamerta berakibat buruk terhadap
kesehatan. Tetapi boraks yang sedikit ini akan diserap dalam tubuh konsumen
secara kumulatif.
Selain melalui
saluran pencernaan, boraks juga bisa diserap melalui kulit. Boraks yang
terserap dalam tubuh ini akan disimpan secara akumulatif di dalam hati, otak,
dan testes (buah zakar).
Daya toksitasnya
adalah LD-50 akut 4,5-4,98 gr/kg berat badan (tikus). Dalam dosisi tinggi,
boraks di dalam tubuh manusia bisa menyebabkan pusing-pusing, muntah, mencret,
kram perut, dan lain-lain.
Pada anak kecil dan bayi, boraks sebanyak 5 gram di
dalam tubuhnya dapat menyebabkan kematian. Sedangkan kematian pada orang dewasa
terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bengkelbakso.com/2011/10/borax-pijer-obat-gendar-bleng-cetitet.html
di akses pada 2/12/2012, 17:04
http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/03/pemeriksaan-boraks-pada-makanan-laporan.html
di akses pada 2/12/2012, 18:25
http://carahidup.um.ac.id/2010/02/borak-akibatkan-gagal-ginjal/
di akses pada 2/12/2012, 18:29
http://promkesngawen.blogspot.com/2011/05/pengertian-boraxbleng-dan-efek.html
di akses pada 2/12/2012, 18:53
http://palupikesling.blogspot.com/2012/02/identifikasi-boraks-dalam-makanan.html
di akses pada 2/12/2012, 18:54
0 komentar:
Posting Komentar